Saturday, June 13, 2020

Poka Yoke


Poka-yoke merupakan istilah dari bahasa Jepang yang mempunyai tulisan ポカヨケ, yang mempunyai arti "mistake-proofing" atau pemeriksaan kesalahan dan "inadvertent error prevention" atau pencegahan kesalahan yang tidak disengaja.

Poka-yoke merupakan mekanisme dalam proses yang membantu operator peralatan menghindari kesalahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan cacat produk dengan mencegah, mengoreksi, atau menarik perhatian pada kesalahan manusia saat terjadi.

Poka Yoke juga merupakan mekanisme yang sangat berperan dalam proses Lean manufacturing.

Konsep ini diresmikan, dan istilah diadopsi, oleh Shigeo Shingo sebagai bagian dari Sistem Produksi Toyota. Awalnya digambarkan sebagai baka-yoke, tetapi karena ini berarti "pembodohan" (atau "pembodohan idiot"), namanya diubah menjadi poka-yoke yang lebih ringan.

Poka-yoke ala Shigeo Shingo terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Metode Kontak: poka-yoke dilakukan dengan cara menganalisa dan mengindentifikasi bentuk produk, ukuran, warna dan ciri fisik lainnya dari produk.
  2. Metode Nilai-Tetap (fixed-value atau constant number): poka-yoke dilakukan dengan cara memastikan beberapa gerakan dan aktifitas yang perlu dilakukan telah dilakukan dengan baik. Metode ini akan memperingatkan operator jika mereka belum melakukan hal yang diperlukan tersebut.
  3. Metode Tahap-Gerak (sequence): poka-yoke dilakukan dengan memastikan bahwa seluruh proses yang diperlukan telah dijalankan dengan baik.


Tiga Fungsi dasar dari Poka Yoke antara lain :

  1. Control, yaitu pengawasan atau pengontrolan proses untuk mencegah kesalahan atau kerusakan mengalir ke proses berikutnya
  2. Shutdown, yaitu melakukan berhenti melakukan pekerjaan jika terdeteksi kesalahan atau kerusakan
  3. Warning, yaitu memberikan peringatan jika terdapat ketidaknormalan, kesalahan ataupun kerusakan


Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyiapkan metode Poka Yoke :

  1. Deskripsikan kerusakan atau potensi kerusakan yang akan diselesaikan. Buatkan Ratio atau persentase kerusakan yang terjadi.
  2. Identifikasikan Proses mana yang terjadi kerusakan tersebut.
  3. Tuliskan secara jelas dan rinci langkah kerja pada proses yang akan di analisis.
  4. Perhatikan dengan seksama proses tersebut, apakah ada perbedaan dengan apa yang telah dirinci.
  5. Identifikasikan langkah kerja ataupun kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan / kesalahan kerja seperti lingkungan, alat pengukuran dan peralatan kerja. Pergunakanlah metode penyelesaian masalah 5 WHY (5 mengapa) untuk mendapatkan akar faktor penyebabnya.
  6. Identifikasikan peralatan POKA YOKE yang akan dipakai untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
  7. Lakukan Evaluasi ulang setelah penerapan peralatan POKA YOKE.


Beberapa contoh kasus penerapan POKA YOKE di kehidupan sehari-hari :

  1. Konektor USB Komputer yang tidak dapat dimasukan terbalik
  2. Breaker Listrik akan loncat jika melebihi beban listrik atau terjadi hubungan singkat listrik (Short circuit)
  3. Terdapat Auto Ejaan (Auto Spelling) bahasa dalam Microsoft Word untuk menghindari salah penulisan.
  4. Alarm berbunyi saat mobil parkir mundur.
  5. Pintu Lift tidak bisa dibuka saat Lift bergerak.



Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Poka-yoke
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-poka-yoke
http://shiftindonesia.com/poka-yoke-mencegah-terjadinya-kerugian-akibat-cacat-produk/
https://www.dnm.co.id/pengertian-poka-yoke-dan-penerapannya-dalam-produksi/
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-poka-yoke-dan-penerapannya-dalam-produksi/

Sunday, June 7, 2020

Lean Manufacturing


Belajar Lean Manufacturing: Apa itu “Lean”?

Di dunia manajemen, dikenal beberapa metode yang digunakan untuk melakukan perbaikan operasional organisasi, salah satunya adalah Lean. Popularitas dan hasil impresif yang telah diraih banyak perusahaan di dunia memancing perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk belajar lean manufacturing secara lebih mendalam dan menerapkannya.


Apa itu Lean Manufacturing?

Lean manufacturing adalah sebuah cara berpikir, filosofi, metode dan strategi manajemen untuk meningkatkan efisiensi di lini manufaktur atau produksi. Metode ini diadaptasi dari Toyota Production System (TPS). Tujuan utama lean manufacturing adalah memaksimalkan nilai (value) bagi pelanggan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (waste).

Implementasi Lean Manufacturing (metode serta tools-nya) dilakukan secara terus-menerus untuk menciptakan perbaikan pada proses dan inovasi di perusahaan, sehingga perusahaan tersebut melakukan apa yang disebut continuous improvement (CI) untuk mencapai operational excellence dan customer intimacy.


Lean manufacturing, atau lean production, adalah metode produksi yang berasal dari model operasi Toyota 1930 "The Toyota Way" (Toyota Production System, TPS). Wawasan yang berkaitan dengan aliran nilai, efisiensi (pengurangan "limbah"), peningkatan berkelanjutan dan produk terstandarisasi kemungkinan besar dapat ditelusuri kembali ke awal umat manusia. Namun, Fredrick Taylor dan Henry Ford mendokumentasikan pengamatan mereka yang berkaitan dengan topik-topik ini, dan Shiego Shingo dan Taiichi Ohno menerapkan pemikiran mereka yang meningkat pada subjek di Toyota pada 1930-an.

Istilah "Lean" diciptakan pada tahun 1988 oleh John Krafcik, dan didefinisikan pada tahun 1996 oleh James Womack dan Daniel Jones yang terdiri dari lima prinsip utama; 'Tepat menentukan nilai oleh produk tertentu, mengidentifikasi aliran nilai untuk setiap produk, membuat aliran nilai tanpa gangguan, biarkan pelanggan menarik nilai dari produsen, dan mengejar kesempurnaan.' (Womack and Jones 1996 p10)

Prinsip lean tersebut tercantum dalam artikel berjudul "Triumph of the Lean Production System" yang dipublikasikan dalam Sloan Management Review.

Metode yang dihasilkan diteliti dari pertengahan abad ke-20 dan dijuluki "Lean" oleh John Krafcik pada tahun 1988, dan kemudian didefinisikan dalam The Machine yang Mengubah Dunia (Womack, Jones dan Roos 1990) dan lebih rinci oleh James Womack dan Daniel Jones dalam Lean Thinking (1996).


Prinsip Lean Manufacturing

Prinsip Lean Manufacturing berbeda dari prinsip perusahaan manufaktur yang umumnya dipakai yaitu hanya berkonsentrasi pada efisiensi dan pemanfaatan sumber daya secara penuh. Namun seperti yang sudah dijelaskan di awal, Lean Manufacturing juga menekankan pada pengurangan persediaan tak terpakai. Ini artinya, konsep ini akan berupaya memangkas persediaan yang bisa mengurangi Harga Pokok Penjualan (HPP).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Lean Manufacturing setidaknya memiliki 3 prinsip dasar, yaitu nilai produk, menghilangkan pemborosan, dan mengutamakan karyawan.


1. Prinsip Mendefinisikan Nilai Produk (Define Value Principle)

Mendefinisikan nilai suatu produk didasarkan pada pandangan dan perspektif pelanggan. Konsep yang digunakan adalah QCDS (Quality Cost Delivery, Service) + PME (Productivity, Motivation, and Environment). Prinsip ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai yang ada pada seluruh aliran proses, mulai dari pemasok sampai ke pelanggan. Hasil identifikasi tersebut berupa informasi mengenai proses atau elemen apa saja yang tidak memberikan nilai tambah kepada kepuasan pelanggan.


2. Prinsip Menghilangkan Pemborosan (Waste Elimination Principle)

Konsep Lean Manufacturing dalam memandang pemborosan adalah untuk menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai produk di mata pelanggan. Setidaknya ada 8 macam pemborosan (waste) yang umumnya terjadi dalam perusahaan manufaktur, yaitu :

Pemborosan Transportasi, yang terdiri dari pemindahan atau pengangkutan yang tidak dibutuhkan seperti perpindahan barang, penempatan sementara, atau penumpukan barang.

Pemborosan Gerakan, yaitu berupa waktu untuk mencari atau bekerja yang tidak efisien dan tidak ergonomis.

Pemborosan Kelebihan Persediaan, yaitu stok yang jumlahnya berlebihan dan justru tidak berguna.

Pemborosan Menunggu, seperti aktivitas menunggu barang untuk datang atau menunggui mesin otomatis yang tengah bekerja yang pada hakikatnya akan membuang waktu.

Pemborosan Kelebihan Produksi, yaitu produk yang melebihi permintaan ataupun lebih awal dari jadwal yang sudah ditetapkan.

Pemborosan Proses Berlebih, yaitu penambahan proses yang sebenarnya tidak diperlukan bagi produksi dan justru menambah biaya produksi.

Pemborosan Defect, yaitu pekerjaan yang dilakukan berulang namun tidak menambah nilai barang tersebut.

Pemborosan Keterampilan, yaitu manajemen tidak memanfaatkan kemampuan staf secara tepat termasuk tidak melibatkan mereka pada proyek improvement perusahaan.



3. Prinsip Mengutamakan Karyawan (Support the Employee)

Lean Manufacturing selayaknya dilakukan oleh karyawan di semua level dalam organisasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan untuk memahami metode Lean Manufacturing karena karyawanlah yang menjalankan operasional harian produksi.


Lean di Industri Selain Manufaktur

Walaupun terlahir dari industri manufaktur, konsep Lean ternyata dapat juga diterapkan dalam bidang-bidang berbasis pelayanan. Lean dalam bidang pelayanan menyandang prinsip yang sama, yaitu ‘Perbaikan yang Berkesinambungan’ dan ‘Menghilangkan aktifitas non-value-add alias waste. Namun bedanya, prinsip-prinsip ini diterapkan dalam bisnis layanan seperti call center, pelayanan kesehatan, software development, serta jasa profesional lainnya.

Secara konsep, implementasi Lean di industri jasa hampir sama dengan penerapan Lean Enterprise pada industri manufaktur, dan seringkali menggunakan teknik dan ‘alat’ yang sama. Karena itu, dalam bisnis layanan jasa juga terdapat beberapa bentuk pemborosan seperti halnya dalam industri manufaktur, yang dapat menghambat operasional dan merugikan perusahaan. Seperti, pudarnya loyalitas, hilangnya kepercayaan pelanggan, berkurangnya profit, yang akan mempengaruhi image perusahaan di mata umum secara langsung.


Istilah lean juga sering diartikan sebagai kumpulan dari "peralatan" yang membantu untuk mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan. Dengan mengurangi pemborosan kualitas produk akan meningkat dan waktu produksi serta biaya produksi akan dapat dikurangi. Contoh "peralatan" dari lean adalah Value Stream Mapping (VSM), Metode 5R, Kanban, serta Poka-yoke.

Hal kedua yang diperkenalkan Toyota yang berhubungan dengan lean adalah meningkatkan aliran atau kelancaran pekerjaan, dengan cara mengurangi ketidakseimbangan yang dikenal dengan istilah "MURA" (bahasa jepang). Teknik untuk memperbaiki aliran ini termasuk leveling produk, sistem "pull" (tarik) dan Heinjuka box.

Baik Lean atau TPS memiliki tujuan yang sama yakni mengurangi biaya dengan mengurangi pemborosan.

Toyota memandang bahwa lean bukan hanya sekadar peralatan, tetapi pengurangan tiga jenis pemborosan yakni "muda" (pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah), "muri" (pekerjaan yang berlebihan) dan "mura" (ketidakseimbangan), dengan menemukan masalah secara sistimatik.


Pemahaman yang  Salah Tentang Konsep Lean

Masih banyak yang terjebak dalam mitos dan pemahaman yang salah mengenai Lean. Daftar yang dipaparkan disini bertujuan untuk menekankan pentingnya pemahaman melalui studi dan praktek untuk implementasi Lean yang benar.

Berikut beberapa pemahaman yang salah tentang Lean:

Lean bukanlah tentang “perampingan” atau pengurangan jumlah karyawan. Lean adalah tentang memiliki sumber daya yang tepat, di tempat yang tepat untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dengan kualitas terbaik dan di waktu yang tepat.

Lean bukanlah sekedar kumpulan “perkakas” yang disebut Lean Tools. Lean adalah filosofi yang menghargai setiap orang di dalam organisasi, termasuk pelanggan, pemasok, stakeholder dan karyawan.

Konsep Lean Manufacturing ini banyak dibandingkan dengan manajemen ilmiah abad ke-19, yang telah diperangi oleh gerakan buruh dan dianggap usang pada 1930-an. Akhirnya, lean dikritik karena kurang memiliki metodologi standar, "Lean lebih merupakan budaya daripada metode, dan tidak ada model produksi lean standar."


Sumber :
http://shiftindonesia.com/belajar-lean-manufacturing-apa-itu-lean/
https://en.wikipedia.org/wiki/Lean_manufacturing
https://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_ramping

Saturday, June 6, 2020

Eight Pillar of TPM

8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM)

Untuk menerapkan konsep TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah perusahaan manufakturing, diperlukan pondasi yang kuat dan pilar yang kokoh.

Pondasi TPM adalah 5S, sedangkan pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut dengan 8 Pilar TPM (Eight Pillar of Total Productive Maintenance). 8 pilar TPM sebagian besar difokuskan pada pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan kehandalan Mesin dan peralatan produksi.


8 Pilar TPM (Eight Pillar of TPM) diantaranya adalah :

1. Autonomous Maintenance /Jishu Hozen
(Perawatan Otonomus)
Autonomous Maintenance atau Jishu Hozen memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, pemberian lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Dengan demikian, operator atau pekerja yang bersangkutan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi, meningkatan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang digunakannya. Dengan Pilar Autonomous Maintenance, Mesin atau peralatan produksi dapat dipastikan bersih dan terlubrikasi dengan baik serta dapat mengidentifikasikan potensi kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah.

2. Planned Maintenance
(Perawatan Terencana)
Pilar Planned Maintenance menjadwalkan tugas perawatan berdasarkan tingkat rasio kerusakan yang pernah terjadi dan/atau tingkat kerusakan yang diprediksikan. Dengan Planned Maintenance, kita dapat mengurangi kerusakan yang terjadi secara mendadak serta dapat lebih baik mengendalikan tingkat kerusakan komponen.

3. Quality Maintenance
(Perawatan Kualitas)
Pilar Quality Maintenance membahas tentang masalah kualitas dengan memastikan peralatan atau mesin produksi dapat mendeteksi dan mencegah kesalahan selama produksi berlangsung. Dengan kemampuan mendeteksi kesalahan ini, proses produksi menjadi cukup handal dalam menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi pada pertama kalinya. Dengan demikian, tingkat kegagalan produk akan terkendali dan biaya produksi pun menjadi semakin rendah.

4. Focused Improvement / Kobetsu Kaizen
(Perbaikan yang terfokus)
Membentuk kelompok kerja untuk secara proaktif mengidentifikasikan mesin/peralatan kerja yang bermasalah dan memberikan solusi atau usulan-usulan perbaikan. Kelompok kerja dalam melakukan Focused Improvement juga bisa mendapatkan karyawan-karyawan yang bertalenta dalam mendukung kinerja perusahaan untuk mencapai targetnya.

5. Early Equipment Management
(Manajemen Awal pada Peralatan kerja)
Early Equipment Management merupakan pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman dari kegiatan perbaikan dan perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai kinerja yang optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru dapat mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya.

6. Training dan Education
(Pelatihan dan Pendidikan)
Pilar Training dan Education ini diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat menerapkan TPM (Total Productive Maintenance).  Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau mesin yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan menyebabkan rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.

Dengan pelatihan yang cukup, kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat melakukan kegiatan perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan kemampuannya untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam menganalisis kerusakan mesin atau peralatan kerja. Pelatihan pada level Manajerial juga dapat meningkatkan kemampuan Manajer dalam membimbing dan mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan Coaching skills) dalam penerapan TPM.

7. Safety, Health and Environment
(Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan)
Para Pekerja harus dapat bekerja dan mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan yang aman dan sehat. Dalam Pilar ini, Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan Lingkungan yang aman dan sehat serta bebas dari kondisi berbahaya. Tujuan Pilar ini adalah mencapai target Tempat kerja yang “Accident Free” (Tempat Kerja yang bebas dari segala kecelakaan).

8. TPM in Administration
(TPM dalam Administrasi)
Pilar selanjutnya dalam TPM adalah menyebarkan konsep TPM ke dalam fungsi Administrasi. Tujuan pilar TPM in Administrasi ini adalah agar semua pihak dalam organisasi (perusahaan) memiliki konsep dan persepsi yang sama termasuk staff administrasi (pembelian, perencanaan dan keuangan).


Sumber :
https://ilmumanajemenindustri.com/8-pilar-tpm-total-productive-maintenance/

Related Posts