Wednesday, February 26, 2020

Scrum


Scrum adalah kerangka kerja proses yang telah digunakan untuk mengelola pengembangan produk kompleks semenjak awal tahun 1990-an. Scrum bukanlah sebuah proses ataupun teknik untuk mengembangkan produk; daripada itu, ini adalah sebuah kerangka kerja di mana di dalamnya anda dapat memasukkan beragam proses dan teknik.

Scrum adalah metode pengembangan perangkat lunak agile yang dikembangkan oleh Jeff Sutherland dan tim pengembangannya di awal 1990-an. Selanjutnya, pengembangan lebih lanjut tentang metode Scrum telah dilakukan oleh Schwaber dan Beedle.

Prinsip scrum konsisten dengan manifesto agile dan digunakan untuk memandu kegiatan pengembangan dalam suatu proses yang menggabungkan kegiatan kerangka kerja (framework activity) berikut: kebutuhan (requirements), analisis (analysis), desain (design), evolusi (evolution), dan pengiriman (delivery).

Dalam setiap kegiatan kerangka kerja, work task terjadi dalam pola proses yang disebut sprint. Pekerjaan yang dilakukan dalam sprint (jumlah sprint yang diperlukan untuk setiap kegiatan kerangka kerja akan bervariasi tergantung pada kompleksitas dan ukuran produk) disesuaikan dengan masalah yang dihadapi dan didefinisikan dan sering dimodifikasi secara real time oleh tim Scrum.


Sumber :
https://www.scrumguides.org/docs/scrumguide/v1/Scrum-Guide-ID.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Scrum

Sumber foto :
https://medium.com/easyread/framework-scrum-d3a11ae1629d

Thursday, February 6, 2020

SOW Triangle


Choose 2

The triangle illustrates the relationship between three primary forces in a project. Time is the available time to deliver the project, cost represents the amount of money or resources available and quality represents the fit-to-purpose that the project must achieve to be a success.


https://www.projectsmart.co.uk/project-management-scope-triangle.php

Wednesday, February 5, 2020

Kaizen vs. Kaikaku

Jika kita bertanya kepada praktisi industri maupun akademisi tentang apa itu Kaizen, maka hampir 100% akan menjawab sebagai budaya continuous improvement. Tetapi jika ditanyakan tentang apa di sana bagaimana Kaikaku itu diterapkan? Belum tentu banyak orang memahaminya.


Kelemahan kita di Indonesia hanya mengadopsi Kaizen dari Jepang tanpa mengadopsi dan memahami Kaikaku yang diterapkan menggunakan Hoshin Kanri. Padahal Kaikaku melalui Hoshin Kanri yang dibuat oleh Top Management ini yang menggulirkan program-program perbaikan baik berupa Kaizen (Gradual Improvement) maupun Kaikaku (Innovation/Dramatic Improvement).

Proses transformasi manajemen hanya mungkin dilakukan oleh Top Management BUKAN oleh karyawan. Itulah penting Hoshin Kanri dibuat selama periode 5-10 tahun ke depan untuk mengakomodasi program-program peningkatan kinerja, mana yg bersifat Kaizen (gradual improvement) dan mana yang Kaikaku (dramatic/breakthrough improvement).

Tanpa sistem manajemen terintegrasi dalam Hoshin Kanri, maka hanya ada random improvement sekedar melalui Kaizen itu. Jadi pemahaman konseptual sistem dari suatu teori harus lengkap dan terintegrasi bukan sekedar pemahaman operasional secara parsial.

Sayangnya pembelajaran iptek di Indonesia baik di lembaga PT maupun pusdiklat hanya bersifat LOTS (Lower Order Thinking Skills) bukan HOTS (Higher Order Thinking Skills).

Salam SUCCESS

Vincent Gapersz


Sumber foto :
https://marketbusinessnews.com/financial-glossary/kaikaku/

KAIZEN (Continuous Improvement)

Kristianto Jahja
KAIZEN Institute, Ltd.


Memang sering kita memintas dengan mengatakan bahwa budaya kita lain dengan budaya Jepang. Bahkan yang memprihatinkan seringkali ini dijadikan dalih untuk mempertahankan status quo.

Namun perlu diingat bahwa budaya kerja Jepang yang sekarang, bukanlah seluruhnya berasal dari budaya Jepang kuno. Budaya Jepang (terutama budaya kerjanya) yang sekarang mulai dirintis pada sekitar tahun 1950 an. Ketika ada perang Korea dan Jendral McArthur memberikan bantuan membangun kembali industri Jepang (ingat Deming, Juran dan juga TWI).

Budaya Jepang kuno sih mirip dengan kita, seperti agak feodal (tunduk/menghormati orang yang lebih senior/tua), semangat bushido (pejah gesang nderek pangeran), tribalisme (geng-gengan yang dihaluskan menjadi semangat kelompok). Sedang budaya kerja Jepang yang baru muncul karena ditabur dan direkayasa secara sengaja (dengan rekayasa yang tepat). Ini masalah proses cultivation dari budaya asal menjadi budaya kerja yang produktif, dengan memanfaatkan masukan-masukan baru. Bagaimana mengalihkan kesetiaan tribal menjadi kesetiaan terhadap perusahaan, bagaimana semangat mencari yang lebih baik bisa terus dikembangkan.

Saya masih belum paham bagaimana para manajer di Jepang bisa mencapai tingkat pencerahan dan penyadaran bahwa transformasi budaya kerja perusahaan adalah tanggung jawab mereka sepenuhnya yang perlu diupayakan mati-matian. Kalau kita bandingkan program pembinaan pola pikir kolektif karyawan kita dengan mereka, maka kita harus akui bahwa kita belum apa-apanya.

Betul human approach, tapi bagaimana hal itu diterjemahkan ?

Saya rasa, kita harus mencari cara menanamkan pola pikir produktif dalam benak orang-orang kita (atau karyawan dari satu perusahaan). Nah ini harus melalui edukasi secara masive serta keteladanan atasan yang terus menerus.

Apakah ini masih dalam konteks bahwa rakyat Indonesia yang hidup dengan alam dan iklim tropis yang serba ramah dibandingkan dengan mereka yang hidup di belahan utara dengan iklim yang tak bersahabat?

Maksudnya karena kita hidup di "kolam susu" yang gemah ripah, akibatnya kita tidak melihat tantangan untuk lebih produktif ?

Atau trauma kekalahan Jepang pada PD II yang menyadarkan mereka jadi punya semangat kompetisi?

Saya setuju dengan persepsi yang perlu terus ditajamkan. Ada banyak orang kita atau pekerja kita yang punya masalah dalam bekerja, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka punya masalah. Semuanya dianggap normal, tidak ada yang abnormal, bahkan kalau target kinerja tak dicapai sekalipun, masih dianggap normal (ngga ada masalah). Saya gunakan istilah pola pikir kolektif untuk itu.

Masalahnya adalah bagaimana kita memberikan pencerahan masal dalam hal ini?

Itulah yang saya tekankan, budaya kerja produktif muncul karena pola pikir kolektif yang juga produktif dalam suatu masyarakat (perusahaan, daerah, negara). Bila kita mampu merekayasa dan memanajemeni pola pikir kolektif yang produktif, katakanlah dalam masyarakat perusahaan yang terbatas, maka persepsi bisa kurang lebih sama. Eksekutif kita seringkali melupakan bahwa pembentukan pola pikir di jajaran perusahaannya adalah perkara strategis yang perlu dilakukan sepanjang masa.

Saya bukan skeptis terhadap teori, tapi yang justru lebih Penting adalah bagaimana teori tersebut bisa disosialisasikan dan diwujudkan dalam masyarakat industri, membentuk pola pikir kolektif dan budaya industri yang tangguh. Kalau saja semua praktisi TI (Teknik Industri) memahami bagaimana pekerja Jepang (karyawan biasa, bukan staff) tahu benar (mendalam) soal teknik tata cara, QC, lay-out, metode kerja, gantt chart dsb. sehingga mereka mampu melakukan perbaikan mandiri. Maka mungkin pendekatan mereka terhadap dunia kerja di industri tidak seperti sekarang.

Praktisi TI tak lagi sekadar memberikan usulan perbaikan dan menangani perbaikan, namun akan lebih mengutamakan pembinaan masal membentuk pola pikir kolektif dalam masyarakat industri dalam perusahaannya.


Sumber foto :
https://adammitchell.co.uk/2018/01/24/kaizen-kaikaku-kakushin-whats-the-difference/

Industrial and Systems Engineering


Institute of Industrial and Systems Engineering (IISE) menamai..Industrial and Systems Engineering..

Artinya paduan dari Industrial Engineering dan Systems Engineering, adalah ilmu ini meng-engineer dua hal:
1. Kegiatan berindustrinya, (layoutnya, fasilitasnya, materialnya, tata cara kerjanya, personilnya agar kinerjanya membaik)
2. Sistem terintegrasinya, agar tujuan sistem terintegrasinya tercapai, tapi dengan pengorbanan seminim mungkin...


Sumber :
IPOMS Coffee Talk Sharing

Sumber foto :
https://mustangq8.wordpress.com/



BASIC ISE MANAGEMENT PROGRAM. 

ISE memiliki makna yang mendalam sekaligus terintegrasi dalam ke-SISTEM-an Teknik dan Manajemen Industri, yaitu:
(1) ISE = Industrial and Systems Engineering, dan
(2) ISE = Intellectual, Spiritual, and Emotional Intelligence yang merupakan pendekatan terintegrasi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAQ (Iman dan Taqwa).

Mengapa ISE itu penting?

Berdasarkan pendapat Guru TQM VG yaitu: Dr. William Edwards Deming seperti bagan terlampir ada dua tugas utama manajemen, yaitu:
(1) Manajemen HARUS mengetahui apakah suatu sistem itu STABIL atau TIDAK STABIL, dan
(2) ketika Manajemen mengetahui bahwa SISTEM itu stabil, maka ia HARUS meningkatkan kinerja dari SISTEM itu, sedangkan apabila Manajemen mengetahui bahwa suatu SISTEM tidak stabil, maka ia HARUS menstabilkan sistem itu dengan menghilangkan variasi-variasi penyebab ke-TIDAK STABIL-an sistem itu.

Upaya menghilangkan variasi-variasi dalam sistem itu, bisa melalui Desain Ulang SISTEM (System Redesign) atau tindakan sistematik lainnya untuk membawa SISTEM menjadi stabil. Ini berkaitan dengan topik Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Manajemen Sistem.

Selanjutnya berdasarkan petunjuk dari Guru Spiritual VG, bahwa untuk mencapai keunggulan, kita HARUS memiliki IMAN dan TAQWA. IMAN secara sederhana diakronimkan oleh VG sebagai Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda (Menjadikan Tuhan YME sebagai Pemimpin kita) dan TAQWA adalah takut/patuh dalam arti respect (menghormati) Pemimpin kita yaitu Tuhan YME.


Salam SUCCESS

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management Systems Lead Specialist

Related Posts