Engineering yang berfokus pada optimasi process atau systems yang berkonsentrasi pada development, improvement, implementation and evaluation dari integrasi antara systems of people, money, knowledge, information, equipment, energy, materials, analysis and synthesis.
Wednesday, August 15, 2012
Sistem, Kultur atau People
Tulisan pertama yang akan saya sampaikan di blog Industrial Engineering Departement ini adalah tentang diskusi permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan, dimana jika dicari akar permasalahan pada umumnya menyangkut 3 hal. Yaitu Sistem, Kultur atau People.
Kita perlu mengetahui mana dari 3 hal tersebut yang problem, sehingga kita mudah untuk melakukan perbaikan secara organisasi dan tidak membuat kita salah langkah.
Diskusi dibawah ini saya tanyakan 9 tahun lalu, ketika masih duduk di bangku kuliah, yaitu pada tahun 2003.
Ketika menginjak di dunia kerja sebenarnya, yaitu selama 6 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2011 memang dihadapkan hal serupa, namun saya tidak terlalu memikirkan, karena saya terlalu sibuk dibidang saya sebelumnya, yaitu Supply Chain Management.
Dan mulai tahun 2011, saya menggeluti dunia Industrial Enggineering, dimana saya harus menjadi Agent of Change. Dan ternyata dihadapkan hal serupa. Untuk melakukan perubahan terbentur oleh mana yang problem atau prioritas mana yang harus dibenahi, apakah Sistem, Kultur atau People?
Dibawah ini terdapat 22 tanggapan dari 11 member yang menanggapi pertanyaan yang saya ajukan, selengkapnya silahkan baca dibawah ini. Menarik untuk disimak.
---------------------------
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10645
Fri Aug 8, 2003 3:46 am taufan yanuar maha_ck@yahoo.com
sistem, kultur atau people?
Apabila diperusahaan anda (misal perusahaan manufaktur, dan anda sebagai top
manajer atau pemilik) anda mengalami suatu problem, sehingga proses dan output
tidak berjalan dengan lancar. Setelah diamati ternyata terdapat 3 masalah, yaitu
1. Sistem, sistem yg digunakan sudah terlalu uzur, kuno, kolonial, atau apa saja, yg jelas sudah tidak sesuai apabila masih diterapkan.
2. Kultur, maksudnya sudah menjadi kebiasan bahwasanya pekerja melakukan pekerjaan namun tidak sesuai dengan yg dianjurkan oleh atasan, dan hal ini masih dilakukan oleh pekerja karena telah menjadi kebiasaan (kultur), "soalnya dulunya memang begini caranya, dsb"
3. People, masih pekerja plus supervisior atau bahkan manajer bekerja tidak dengan sungguh-sungguh, tidak serius, tidak giat, dsb sehingga banyak waktu yg terbuang percuma.
Nah, apa yg anda prioritaskan terlebih dahulu dari ketiga faktor diatas, (kalau bisa disertai alasan plus solusi perbaikan)
(penanya adalah seorang mahasiswa yg sedang Kerja Praktek di suatu perusahaan yg
menghadapi problem serupa dan ingin memperoleh saran dari anggota milist, thanks
before)
Tanggapan #1
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10646
opini saya adalah : People.
Dengan karakter people yang terbentuk baik (excellent attitude, leadership) maka people ini akan dapat membentuk sistem yang baik (management skill) serta menghilangkan atau memperbaiki kultur2 yang menghambat produktivitas.
Salam,
Eddy
Tanggapan #2
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10647
nambahin dikit saja.
Kalau dilihat dari hirarki yang pernah disampaikan oleh MEYER. Hal yang paling mendasar adalah CULTURE.
Syarifuddin Syah P.
Tanggapan #3
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10648
boleh tahu pak detail hirarkinya? bisa dilihat di mana yah? saya ingin nambah pengetahuan.
Thanks,
Eddy
Tanggapan #4
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10649
Dear Kawan,
Topik yang sangat menarik.
Menurut saya perbaikan bisa dimulai dari dua hal (maaf saya belum membaca soal Meyer), yakni people & sistem. Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk berubah yang saya pernah saya alami dilakukan melalui kedua hal tsb.
Apabila people, dilakukanlah restrukturisasi people, people yang dianggap deadwood dicopot diganti dengan yang potensial atau star. Orang-2 bagus ini kemudian bikin sistem menjalankan sehingga terjadi perubahan termasuk budaya perusahaannya.
Jika Sistem, orang tetap tetapi dilaunch suatu sistem dengan bantuan konsultan misalnya kemudian top manajemen ikut turun sampe ke bawah sampai menjamin sistem itu jalan (ada enforcement yang kuat). Sistem tsb kemudian ternyata juga bisa merubah si people dengan demikian kultur-nya juga yang betul-2 tidak tahan akan mundur sendiri. Memang dengan pendekatan Sistem biasanya perlu juga ditambah 1 atau 2 orang sbg agen perubahan.
Rgds
BPrihanto
Tanggapan #5
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10652
Dear netters,
Dari email dibawah ini saya justru ingin mengetahui, bagaimana cara yang paling efektif untuk memetakan masalah yang ada dalam suatu perusahaan saat ditemui penurunan dalam kinerja perusahaan. Dalam hal ini top management membandingkan dg kinerja perusahaan pada tahun-tahun yang lampau, dan yang paling sering dipermasalahkan saat ini adalah people-nya yang tidak achieve target. (terutama untuk sales dept)
Pertanyaan saya, step-step analisa bagaimana yang hrs dilakukan untuk memetakan permasalahan seperti ini. Hal-hal apa yang harus dipertimbangkan.
Mohon pencerahan rekan-rekan sekalian.
Terima kasih
-Renni-
Tanggapan #6
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10653
Hi all,
Pendapat saya baik sistem, kultur, dan people tidaklah cukup untuk melakukan suatu perubahan. Yang jelas pertama kali adalah visi, kemana arah dan tujuan yang akan di capai Perusahaan. Kemudian setelah itu dimulai dengan misi / strategi apa yang diterapkan. Hal ini sangat flexible sesuai dengan harapan atau ekspektasi yang dikehendaki oleh Perusahaan tersebut. Namun menurut saya aspek yang terlihat dan achieveble, yang dapat menjadi agen perubahan adalah people yang commited / kompeten.
Bahwa kita ketahui bahwa manusia adalah aset yang paling mahal dan strategis dimiliki oleh sebuah Perusahaan dan membuat suatu karakter tersendiri yang tidak mudah ditiru dan dicontoh.
Output dari kegiatan-kegiatan tersebut itulah disebut sebagai Budaya (kultur) yang muncul dari norma-norma atau kebiasaan. Untuk sistem menurut saya sangat flexible, alasannya dengan sistem apapun bila orang-orangnya tidak memiliki komitmen dan tujuan yang jelas akan dibawa kemana Perusahaan tersebut maka secanggih apapun semua akan sia-sia.
Kuno atau tidaknya sebuah sistem jika masih sangat relevan dan fair dilaksanakan bukanlah hal yang fundamental untuk melakukan suatu perubahan.
Regards,
Boris Ad
Tanggapan #7
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10654
Salam,
Biasanya kesulitan terbesar adalah mencopot people yang sudah lama bekerja dan tidak efektif. Diperlukan kemauan yang sangat tinggi dari top management untuk itu. Perlu juga diantisipasi, apabila pencopotan orang lama (senior) yang tidak produktif pada saat proses, rekan-rekan lainnya suka resah dan akibatnya produktifitas akan turun seperti efek domino. Pada titik ini, sulit sekali menilai apakah penurunan kinerja akibat efek domino atau karena
memang sudah tidak pantas.
Solusi yang paling radikal adalah membubarkan seluruh personil dan membuat sistem baru. Namun tentunya ini terbentur dengan unsur generasi. Generasi pasti diperlukan karena pada saat proses perubahan, operasional tetap berjalan.
Well, ini hanya pendapat amatiran. Ada komentar untuk hal ini ?
Salam,
Rudi
Tanggapan #8
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10656
Pertama sekali yang menjadi perhatian kita adalah sistem. Dengan menggunakan sistem yang "tepat" setidaknya diatas kertas akan menghasilkan output yang sesuai. Namun demikian pekerjaan tidak berhenti disana melainkan harus dilanjutkan dengan pembenahan terhadap orang-orangnya.
Sekali lagi sistem yang tepat akan mampu menjelaskan "siapa mengerjakan apa", key sucsess factor dll. Dengan demikian, penetapan orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut harus memenuhi kriteria tertentu.
Sedangkan masalah Kultur akan menjadi output dari sistem yang benar yang dioperasikan oleh orang2 yang benar.
Terimakasih
Makjen Simarmata
Tanggapan #9
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10657
Pada dasarnya ketiga hal diatas sama pentingnya,baik sistem yang memadai, budaya kerja yang mendukung dan orang-orang yang kompeten, ketiga faktor tersebut merupakan key sucsess factor yang saling kait mengkait dan saling membutuhkan, saya ambil contoh ketika kita bicara mengenai sistem, maka sebaik apapun sistem jika orang yang melaksanakannya bukanlah orang-orang yang berkompeten didalamnya maka akan sulit tercipta suatu
sistem yang dapat menunjang terjadinya optimum performance.
Demikian pula sebaliknya apabila sistem tidak menunjang kemungkinan besar orang-orang
didalamnya akan menjadi pekerja tanpa aturan main yang jelas, kalo diibaratkan seperti jalan tanpa rambu...
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah pembentukan budaya kerja yang dapat menjunjung kinerja dan hasil karyawan, karena merupakan suatu aturan yang tak tertulis yang menjadi "Value" bagi karyawan, tetapi sekali lagi bahwa penciptaan budaya kerja tidak lepas dari peranan manusia (orang-orang) didalamnya, terutama peran "leader". Peran leader ini sangat krusial dalam menciptakan budaya kerja, banyak contoh bagaimana sebuah perusahaan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki strong leadership dapat
membentuk perusahaan raksasa.
Selain faktor leader tentu saja harus didukung pula oleh sistem kerja yang memadai, karena dengan sistem yang bagus akan menjunjung terciptanya budaya kerja yang bagus pula, begitu pula sebaliknya budaya kerja harus tetap dipertahankan dengan demikian sistem yang baru terbentuk tidak mudah dilupakan ato ditinggalkan oleh orang-orang dalam organisasi/perusahaan.
Jadi ketiga hal tersebut sebaiknya diperbaiki secara bersamaan dengan peran leader sebagai pusat komando didalamnya.
thanks...
mas dedy
Tanggapan #10
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10664
visi itu munculnya dari mana Mas?
satwika
Tanggapan #11
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10665
bagaimana manusia berperilaku (karakter bawaan yah?) baik?
bagaimana manuisa berperilaku menghilangkan hal2 yang tidak produktif?
siapa yang harus mempengaruhi orang?
orang yang membentuk sistem atau sistem yang membentuk orang?
satwika
Tanggapan #12
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10673
Dear Pak Satwika dan rekans,
Bagaimana manusia berperilaku ?
myans : Tergantung kita memandangnya, dengan pendekatan teori tabularasa, konsep nature atau nurture.. pandangan kita ini akan berefleksi pada sikap kita.
Best practises aja Pak : Astra dan GE sudah lama mengedepankan aspek "people will drive everything", dan baru-2 ini tempat saya bergabung terakhir..Freeport.. mulai menerapkan pemahaman yang sama.. tapi tidak akan sama untuk banyak perusahaan.. karena mereka punya business process alignment yang berbeda dalam memposisikan sumberdaya manusianya..
jika saya cermati dan beberapa orang manajer yang saya kenal juga mengatakan hal yang sama.. bahwa ini terkait dengan business maturity..Perusahaan manufaktur, yang semula mengedepankan "produktivitas adalah utama (productivity first)" maka mereka beralih ke people first.. bahkan mining corporates yang sejak dulu mengusung safety first..
mereka juga melakukan hal yang sama..
Sistem dan orang keduanya saling mempengaruhi (silakan baca-2 lingkaran pengaruhnya dari 7 habits - Covey Leadership).
Tapi bagaimanapun sistem gak pernah salah, siapa yang men-drive sistem, bagaimana sistem itu terbentuk pastilah akan menunjuk ke siapa dan bagaimana "orang"-nya.
Mengapa Astra memberikan ABMP untuk fresh graduate mereka, BI memberikan program PPCM, Indosat dengan program semacam pra jabatan untuk staff mereka, dan hampir semua perusahaan besar yang ada.. sekarang melakukan hal yang sama..
Perusahaan2 besar itu tentu saja sudah memiliki sistem dan budaya, tetapi mereka juga terus membangun karakter-2 sumberdaya yang memahami aspek KAIZEN..sehingga sistem yang ada, budaya yang sudah melekat, bisa terus diimprovisasi menuju yang lebih baik atau kalau perlu di re-engineering untuk membentuk sistem dan budaya baru sebagai key success factors perusahaan terkait..
satu hal yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri Pak..Persaingan yang semakin sengit.. membutuhkan karakter2 yang lebih "tough".. tidak ada perusahaan besar sekarang ini yang mampu melakukan forecasting dalam jangka panjang yang benar-2 realistis..
bagaimana mereka menyikapi.. sangat tergantung bagaimana mereka mengelola manusia sebagai "aset terbesar" yang mereka miliki Pak..
hal lain yang tak kalah penting mengupayakan agar aset mereka itu bisa melakukan sinergi...
^_*
p.s. masalah satiran Bapak mengenai orang indonesia saya kurang setuju.. suatu saat Pak.. kalau muncul lagi.. kita bahas habis.. ^_^
*laginggagasiklanpresidenyangsatuitu*
Edy Kurniawan
Tanggapan #13
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10675
Saya kira dalam memberikan tanggapan, kita harus merujuk kepada "case" yang dipaparkan di awal. Asumsinya ada jika " Anda" sebagai pimpinan menghadapi permasalah.
Dari asumsi tsb dapat disimpulkan bahwa "Anda" sebagai top Manager masih dianggap orang yang dapat berpikir benar (setidaknya masih tau ada yang salah). Jadi pilihan people disini lebih ditekankan kepada staff2 anda, sehingga kurang relevan pilihan people dikaitkan
dengan lahirnya visi, misi, dlsb.
Sekali lagi dalam kasus ini, "Anda" sebagai Top Manager adalah orang yang memiliki visi, misi serta org yang layak pada posisi tersebut.
Makjen Simarmata
Tanggapan #14
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10666
saya jarang membaca nih, ttp bagaimana culture dibentuk atau malahan terbentuk dalam sebuah organisasi?
apakah culture itu?
satwika
Tanggapan #15
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10674
kalo saya boleh ajukan pendapat, kelihatannya yang saya usulkan adalah:
1. People, dengan pekerja yang potensial (apalagi bila perlu suntikan tenaga baru dapat diibaratkan adalah suatu pompa yang dapat mempengaruhi sendi-sendi produktivitas), kemudian dari internal juga adanya re-evaluasi terhadap sdm-sdm yang tidak produktif lagi dan tidak dapat ditingkatkan,
terutama karena mereka tidak bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak serius, sehingga hanya menghabiskan uang perusahaan dan juga hal ini dapat mempengaruhi potensi-potensi SDM yang baru
2. Kultur yang ada harus dirombak; kultur itu sifatnya lebih global dan biasanya mendarah-daging (bila diibaratkan dengan negara, mungkin dapat dikatakan kultur korupsi, maka hal tersebut bila tidak dibongkar habis kultur jeleknya akan sulit mempertahankan sistem baru).
3. Baru kemudian Sistem, karena biasanya dengan merombak kultur maka secara bertahap biasanya sistem itu juga akan berubah; sistem itu hanyalah suatu aturan main; dimana jika SDMnya positif dan kulturnya juga positif, sistem akan berjalan lebih mudah dan lancar.
demikianlah pendapat awam saya. semoga dapat berguna.
Regards'
Davy
Tanggapan #16
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10678
visi itu munculnya dari mana Mas?
Sori sebelumnya jawaban ini panjang karena bersifat teori dan sedikit praktis, karena sesungguhnya saya pun masih belajar dalam hal ini:
Visi lahir dan dimulai dari pimpinan puncak, Chief Executives, things like that yang menggaris bawahi suatu pandangan bahwa Perusahaannya akan sukses dengan satu asumsi atau acuan bahwa ketika tolok ukur atau objektif tersebut telah terlaksana maka berarti
Perusahaan telah berada pada suatu keadaan yang maksimal. Visi merupakan starting point of action, yang akan menentukan komitmen dan kesepakatan, determinasi, dan tanggung jawab atas suatu kondisi yang harus dicapai melalui beberapa fase/ proses, strategi, misi dan pada akhirnya mengarah kepada keberhasilan yang sebelumnya telah disepakati. Jadi jelas bahwa visi harus berasal dan di drive dari up to down level dan dari sini perubahan
yang akan ditempuh sebuah Perusahaan akan jelas, paling tidak terdokumentasi dengan baik.
Yang perlu diperhatikan dalam menentukan visi disini adalah harus economics-related dan achieveable, mampu untuk dilaksanakan, dan terukur. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa perubahan adalah sesuatu yang bersifat menyeluruh namun tidak dapat dilakukan dengan sedikit demi sedikit ataupun secara massively.
Untuk itu peran dari manajers untuk menentukan/ break-down strategi apa yang harus ditempuh didalam mengartikan visi tersebut kedalam tindakan yang lebih nyata, translating vision into action. Akan lebih mudah bila sense of urgency atau crisis point teridentifikasi untuk melakukan suatu perubahan menjadi sebuah trigger atau justifikasi dalam menentukan strategic visionized-oriented.
Menjawab pertanyaan dengan pernyataan yang telah tersedia, maka people yang kompeten adalah sasaran utama dalam melakukan perubahan. Alasannya adalah people sebagai change agent (People). Training soft-skill seperti drive for result, creative problem
solving dan strategic decision making dapat menjadi alternatif membuat manajers dan karyawan "obsessive" terhadap perubahan.
Karena dengan people/ staff involvement, membiasakan memberikan knowledge dalam membuat suatu rencana kerja yang target oriented, seperti monthly report, discussion forum, dan performance eval, akan memberikan sumber data / informasi yang dapat menunjukan sejauh mana keberhasilan telah dicapai oleh divisions.
Dan akan lebih terkontrol didalam mendrive pergerakan selanjutnya. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut perubahaan telah terjadi, unconsiously paradigma atau budaya kerja sedikit telah berubah (kultur).
Tentunya hal lain yang sifatnya target-oriented dan performance-knowledge dapat terus dikembangkan dan diimplementasikan.
Pada kondisi kultur yang telah membaik tugas manajers selanjutnya adalah mempertahankan iklim budaya tersebut agar tetap terjaga dan terus dievaluasi efektivitasnya. Untuk itu perlu dibuat sistim atau policy ataupun prosedur yang dapat terus memonitor peran para karyawan secara proporsional dan sesuai dengan harapan (Sistem).
Kegiatan rutin maupun operasional di dokumentasikan dengan prosedur-prosedur yang jelas dan terperinci sehingga semua tindakan akan mengacu ke strategi Perusahaan dan visi yang telah ditetapkan di awal.
At least that's just a thought, maybe there are some of you who might have better ideas.
rgrds,
Boris Ad
Tanggapan #17
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10709
hai Davy,
1. apakah sistem itu adalah disain, misal organik atau mekanik ?
2. bukankah budaya atau kultur itu merupakan sistem nilai dominan dalam kelompok ?
3. apakah sistem-nya bobrok karena kultur-nya bobrok atau sebaliknya?
4. bagaimana peran the agent of changes?
satwika
Tanggapan #18
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10722
saya cenderung berpendapat bahwa antara people dan struktur (termasuk sistem) itu sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.perdebatan antara manakah yang lebih dulu harus diubah antara people dan struktur bergantung pada konteks permasalahannya.
Bisa dimulai dari people apabila dirasa kinerja dan produktivitas pribadinya kurang atau struktur (+sistem) apabila orang-orang sudah mempunyai kinerja yang baik tetapi proses aktualisasi dirinya tidak mampu dikembangkan oleh perusahaan (struktur +sistem). Tetapi ada kaidah dasar bahwa perubahan itu dimulai dari manusia /individu yang berubah paradigma serta pola pikirnya.
teguh mulyono
Tanggapan #19
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10725
Terima kasih atas perhatian Pak Satwika, saya akan coba jawab pertanyaan tersebut langsung pada email Bapak, mohon maaf bila terlalu panjang dan bertele-tele,
bila ada yang salah atau kurang mohon rekan-rekan yang lain dapat membantu saya
Regards'
Davy
Tanggapan #20
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10752
Mas teguh,
Sistem bisa terbentuk dengan sendirinya karena interaksi para angota, namun juga bisa dibentuk untuk suatu tujuan.
Bagaimana kalau kita membandingkan dua ekstrim IBM dan Astra?
satwika
Tanggapan #21
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10761
Mas Devy,
tampaknya kita masih belum sama dalam memandang:
1. sistem nilai dominan
2. budaya organisasi
3. disain organisasi
Mungkin sudah banyak yang berbicara mengenai sistem organisasi, namun apakah
benar antara yang dimaksud dan yang diterima klop? Apakah Sistem Iso, sebagai contoh adalah sistem organisasi?
Bagaimana dengan level Individual-Group-System nya Robbin?
kalau pemimpin atau sebut saja the agent of change (hanya satu orang) akan
mengubah organisasi untuk tujuan organizational improvements maka sebenarnya yang akan diubah adalah sistem atau kultur-nya? atau ada varian lain?
apa beda organisasi militer (agar lebih ekstrim) dibanding dengan organisasi bisnis swasta dalam hal disain, sistem, dan budaya?
apakah kita harus mencamnpuradukkan seluruh terminologi itu dalam pembicaraan manajemen?
satwika
Tanggapan #22
http://dir.groups.yahoo.com/group/manajemen/message/10827
Benar Pak Sat (maaf, saya baru bisa bales email ini, karena ternyata email saya terkena bouncing tanpa saya sendiri menyadarinya)
dalam email saya sebelumnya, saya hanya membahas pertanyaan yang diajukan oleh salah satu rekan kita, (yang saya kutip dibawah ini):
terdapat 3 masalah, yaitu
1. Sistem, sistem yg digunakan sudah terlalu uzur, kuno, kolonial, atau apa saja, yg jelas sudah tidak sesuai apabila masih diterapkan.
2. Kultur, maksudnya sudah menjadi kebiasan bahwasanya pekerja melakukan pekerjaan namun tidak sesuai dengan yg dianjurkan oleh atasan, dan hal ini masih dilakukan oleh
pekerja karena telah menjadi kebiasaan (kultur), "soalnya dulunya memang begini caranya, dsb"
3. People, masih pekerja plus supervisior atau bahkan manajer bekerja tidak dengan sungguh-sungguh, tidak serius, tidak giat, dsb sehingga banyak waktu yg terbuang percuma.
jadi, terus terang, saya hanya terfokus pada masalah tsb, tidak membedah lebih jauh seperti yang diungkapkan oleh Pak Sat.
Regards'
Davy
Labels:
Industrial Management
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Seringkali kita mendengar istilah SOP (Standard Operating Procedure) dan WI (Work Instruction) didalam sistem manajemen mutu dan kadangkala ...
-
Delapan Langkah Tujuh Alat (DELTA) Gugus kendali mutu dimulai dari komitmen manajemen dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan peru...
-
Kunci utama atas keberhasilan suatu Standard Operating Procedure (SOP) dari bahasan kita sebelumnya, setelah direncanakan dan dibuat adala...
-
Fishbone diagram atau Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa Diagram diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian k...
-
Tujuh Alat Pengendalian Kualitas QC Seven Tools atau Tujuh alat Pengendalian Kualitas adalah Alat-alat Statistik yang dipergunakan untu...
No comments:
Post a Comment