Tuesday, September 22, 2020

METODE PENGUKURAN KINERJA

Menurut Wibowo (2008), kinerja memiliki pengertian yang berasal dari kata performance. Pengertian dari performance yaitu hasil kerja ataupun prestasi kerja. Namun, kinerja sesungguhnya memiliki pengerian yang lebih luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi juga bagaimana suatu proses kerja berlangsung hingga memberikan suatu hasil. Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2008) pun menyatakan pendapata bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Kinerja memiliki dua dimensi, yaitu (i) indicator yang berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indicator yang berkaitan dengan posisi perusahaan di masa akan datang.

Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian peningkatan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan. Stefan Tangen dalam Engelbert Christian (2010) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sekumpulan ukuran kinerja yang menyediakan perusahaan dengan informasi yang berguna sehingga membantu mengelola, mengontrol, merencanakan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut ini terdapat beberapa metode pengukuran kinerja.


1. Balanced Scorecard (BSC)

Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan (1992) dan Norton (1996) dengan berpandangan kepada empat perspektif., yaitu : (i) perspectif keuangan, (ii) perspektif pelanggan, (iii) perspektif internal, dan (iv) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. BSC bukan merupakan daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk melaksanakan dan menyelaraskan program-program yang berfokus pada strategi. Scorecard menerjemahkan visi dan strategi unit bisnis ke dalam tujuan dan ukuran di empat perspektif yang berbeda.


2. Performance Pyramid System (PPS)

PPS adalah sebuah sistem yang saling terkait dari variable kinerja yang berbeda, yang dikontrol pada tingkat organisasi yang berbeda. Tujuan dari kinerja piramida adalah link suatu strategi organisasi dengan operasi-operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke bawah (prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas. Pengukuran kinerja ini mencakup empat tingkat tujuan yang membahas efektivitas organisasi eksternal (sisi kiri piramida) dan efisiensi internal (sisi kanan piramida).

Lynch dan Cross (1992) menyatakan bahwa kinerja piramida berguna untuk menggambarkan bagaimana tujuan dikomunikasikan sampai ke tingkat operasional dan bagaimana langkah-langkah yang disampaikan kembali ke tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan utama PPS adalah usahanya untuk mengintergrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan indokator kinerja operasional. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi indicator kinerja kunci dan juga tidak secara eksplisit mengintegrasikan konsep perbaikan terus-menerus.


3. The Tableau de Bord (TdB)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh para insinyur yang sedang mencari cara untuk meningkatkan proses produksi mereka dengan pemahaman yang lebih baik. Metode ini pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1930-an. Menurut Epstein dan Manzoni, tujuan awal ini yang memberikan manajer uraian dan parameter kunci untuk mendukung pengambilan keputusan yang memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat menjadi dokumen tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan karena setiap sub-unit memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda. Ini menyebabkan harus adanya TdB untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdBs yang digunakan dalam perusahaan tidak boleh terbatas pada indikator-indikator keuangan.

Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB adalah struktur yang tidak terdefinisikan. Hal ini dikarenakan kurangnya daerah kerja yang ditetapkan. Risiko yang dapat terjadi yaitu manajer melaksanakan TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak seimbang dalam hal keuangan dan non-keuangan, lead dan lag, strategis dan operasional dan terkait dengan efektivitas dan efisiensi.


4.  Productivity Measurement and Enchancement System (ProMES)

ProMES dikembangkan oleh Pritchard pada awalnya. ProMES didasarkan pada teori perilaku kerja. Dalam teori ini, motivasi dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber daya ke seluruh tindakan dan tugas, dimana sumber daya tersebut adalah waktu dan tenaga seseorang. Pritchard dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan motivasi seseorang adalah hasil dari tindakan, produk, evaluasi, hasil dan terpenuhinya kebutuhan orang tersebut. Sistem ProMES dapat dikembangkan dan diimplementasikan dengan tujuh langkah sebagai berikut :

Membentuk tim desain yang terdiri dari orang-orang yang akan diukur, pengawas dan fasilitator yang mengerti ProMES

Identifikasi tujuan untuk unit.

Mengidetifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif (indikator) untuk setiap tujuan yang ditetapkan.

Menetapkan kemungkinan.

Desain sistem umpan balik.

Menanggapi umpan balik.

Memonitoring proyek dari waktu ke waktu.


Salah satu fitur yang paling menarik dari ProMES adalah pendekatan bottom-up. Namun, pendekatan ini juga memiliki kekurangan yaitu bahwa konsistensi vertikal tidak dapat diterima begitu saja yang dapat mengakibatkan pengukuran kinerja unit bisnis tidak sejalan dengan pengukuran kinerja perusahaan. Kelemahan dari ProMES adalah bahwa indikator tidak harus selalu diimbangi jika tujuan tidak seimbang.


5.  Activity-Based Costing (ABC)

Johnson dan Kaplan telah mengembangkan sebuah pendekatan untuk akuntansi biaya pada tahun 1980-an yang disebut activity-based costing (ABC). Teknik dasar ABC adalah untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk menemukan kegiatan yang menyebabkan biaya-biaya tersebut. Menurut Maskell, beberapa contoh kasus menunjukan bahwa metode ABC dapat digunakan untuk menilai harga produk, pengambilan keputusan produksi, pengurangan biaya overhead dan peningkatan berkesinambungan.


6. Sink and Tuttle

Metode pengukuran kinerja Sink and Tuttle adalah sebuah pendekatan klasik yang menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi memiliki keterkaitan yang rumit antar tujuh kriteria kinerja. Ketujuh kriteria kerja tersebut, antara lain :

Efektivitas

Efisiensi

Kualitas

Produktivitas

Kualitas kehidupan kerja

Inovasi

Profitabilitas/ budgetability


7. Theory of Constrains

TOC dikembangkan oleh Goldratt pada pertengahan tahun 1980-an sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. TOC dilakukan dengan cara sebagai berikut :

    Mengidentifikasi kendala sistem

    Memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala

    Tidak memprioritaskan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.

    Meningkatkan sistem kendala

    Ketika sebuah kendala rusak, kembali ke langkah (1)

    

    Dalam pengukurannya, TOC digunakan untuk menilai kemampuan bisnis suatu organisasi. Pengukuran global metode TOC yaitu laba bersih, ROI dan Cash Flow. Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini mudah untuk diakses dan dipahami. Namun, metode TOC dinilai masih kurang lengkap untuk melakukan pengukuran kinerja.

Beberapa metode yang telah dijabarkan di atas merupakan sebagian besar metode pengukuran kinerja yang telah berlaku dan diterapkan sebelumnya. Seiring dengan perkembangan zaman, metod pengukuran kinerja pun dapat terus bekerja. Pada dasarnya, tidak ada metode pengukuran yang dapat dinilai sebagai metode yang paling tepat dan benar. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan memiliki focus, ruang lingkup dan lingkungan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap pemimpin perusahaan dapat menggunakan metode pengukuran kinerja yang sesuai dengan perusahaan dan perkembangan zaman.


Sumber :
http://ccg.co.id/blog/2016/05/17/metode-metode-pengukuran-kinerja/

No comments:

Post a Comment

Related Posts