Engineering yang berfokus pada optimasi process atau systems yang berkonsentrasi pada development, improvement, implementation and evaluation dari integrasi antara systems of people, money, knowledge, information, equipment, energy, materials, analysis and synthesis.
Thursday, September 19, 2019
KAIZEN (Continuous Improvement)
oleh : Kristianto Jahja
KAIZEN Institute, Ltd.
Memang sering kita memintas dengan mengatakan bahwa budaya kita lain dengan budaya Jepang. Bahkan yang memprihatinkan seringkali
ini dijadikan dalih untuk mempertahankan status quo.
Namun perlu diingat bahwa budaya kerja Jepang yang sekarang, bukanlah seluruhnya berasal dari budaya Jepang kuno. Budaya Jepang (terutama budaya kerjanya) yang sekarang mulai dirintis
pada sekitar tahun 1950 an. Ketika ada perang Korea dan Jendral McArthur memberikan bantuan membangun kembali industri Jepang
(ingat Deming, Juran dan juga TWI).
Budaya Jepang kuno sih mirip dengan kita, seperti agak feodal (tunduk/menghormati orang yang lebih senior/tua), semangat bushido (pejah gesang nderek pangeran), tribalisme (geng-gengan yang dihaluskan menjadi semangat kelompok). Sedang budaya kerja Jepang yang baru muncul karena ditabur dan direkayasa secara
sengaja (dengan rekayasa yang tepat). Ini masalah proses cultivation dari budaya asal menjadi budaya kerja yang produktif, dengan memanfaatkan masukan-masukan baru. Bagaimana mengalihkan kesetiaan tribal menjadi kesetiaan terhadap perusahaan, bagaimana semangat mencari yang lebih baik bisa terus dikembangkan.
Saya masih belum paham bagaimana para manajer di Jepang bisa mencapai tingkat pencerahan dan penyadaran bahwa transformasi budaya kerja perusahaan adalah tanggung jawab mereka sepenuhnya yang perlu diupayakan mati-matian. Kalau kita bandingkan program pembinaan pola pikir kolektif karyawan kita dengan mereka, maka
kita harus akui bahwa kita belum apa-apanya.
Betul human approach, tapi bagaimana hal itu diterjemahkan ?
Saya rasa, kita harus mencari cara menanamkan pola pikir produktif dalam benak orang-orang kita (atau karyawan dari satu perusahaan). Nah ini harus melalui edukasi secara masive serta keteladanan atasan yang terus menerus.
Apakah ini masih dalam konteks bahwa rakyat Indonesia yang hidup dengan alam dan iklim tropis yang serba ramah dibandingkan dengan mereka yang hidup di belahan utara dengan iklim yang tak bersahabat?
Maksudnya karena kita hidup di "kolam susu" yang gemah ripah, akibatnya kita tidak melihat tantangan untuk lebih produktif ?
Atau trauma kekalahan Jepang pada PD II yang menyadarkan mereka
jadi punya semangat kompetisi?
Saya setuju dengan persepsi yang perlu terus ditajamkan. Ada banyak
orang kita atau pekerja kita yang punya masalah dalam bekerja, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka punya masalah. Semuanya dianggap normal, tidak ada yang abnormal, bahkan kalau target kinerja tak dicapai sekalipun, masih dianggap normal (ngga ada masalah). Saya gunakan istilah pola pikir kolektif untuk itu.
Masalahnya adalah bagaimana kita memberikan pencerahan masal dalam hal ini?
Itulah yang saya tekankan, budaya kerja produktif muncul karena pola pikir kolektif yang juga produktif dalam suatu masyarakat
(perusahaan, daerah, negara). Bila kita mampu merekayasa dan memanajemeni pola pikir kolektif yang produktif, katakanlah dalam masyarakat perusahaan yang terbatas, maka persepsi bisa kurang lebih sama. Eksekutif kita seringkali melupakan bahwa pembentukan pola pikir di jajaran perusahaannya adalah perkara strategis yang perlu
dilakukan sepanjang masa.
Saya bukan skeptis terhadap teori, tapi yang justru lebih Penting adalah bagaimana teori tersebut bisa disosialisasikan dan diwujudkan dalam masyarakat industri, membentuk pola pikir
kolektif dan budaya industri yang tangguh. Kalau saja semua praktisi TI (Teknik Industri) memahami bagaimana pekerja Jepang
(karyawan biasa, bukan staff) tahu benar (mendalam) soal teknik tata
cara, QC, lay-out, metode kerja, gantt chart dsb. sehingga mereka mampu melakukan perbaikan mandiri. Maka mungkin pendekatan mereka terhadap dunia kerja di industri tidak seperti sekarang.
Praktisi TI tak lagi sekadar memberikan usulan perbaikan dan menangani perbaikan, namun akan lebih mengutamakan pembinaan masal membentuk pola pikir kolektif dalam masyarakat industri dalam perusahaannya.
Dream Team untuk Lean Manufacturing
4 Langkah Membangun ‘Dream Team’ untuk Memulai Inisiatif Perbaikan
Strategi yang berhasil untuk mengurangi pemborosan (waste) dalam operasional perusahaan kita dimulai dengan membangun tim dan berfokus pada hal-hal yang kita lakukan dalam proses operasional setiap harinya. Tapi bagaimana cara membangun tim lean? Seperti apa penampilan team lean, dan siapa yang harus ada di dalamnya? Apa yang harus dilakukan tim lean untuk memulai revolusi lean di perusahaan? Simak studi kasus yang dipaparkan praktisi lean Rick LeBlanc berikut ini.
Perusahaan yang sukses telah lama mengandalkan komunikasi yang jelas antara anggota tim dan pemimpin, dan kemauan untuk merangkul, mengevaluasi, dan mencoba ide-ide baru dari lantai pabrik. Namun, ketika dipraktikkan secara informal, ada beberapa keterbatasan dalam pendekatan ini. Bias kepemimpinan atau kesenjangan keterampilan dapat menghalangi, dan para pemimpin itu biasanya bahkan tidak tahu bahwa hambatan semacam itu ada.
Tidak semua ide dari karyawan didengar dan dipertimbangkan, membuat ide-ide perbaikan jatuh di pinggir jalan. Sementara itu, karyawan yang tidak memiliki keterampilan untuk mencari peluang dan pemecahan masalah secara kooperatif mungkin tidak dipersiapkan untuk berkontribusi.
Ketika ide tidak terdengar atau tidak diartikulasikan dengan jelas, mereka akhirnya berhenti mengajukan ide. Hasilnya adalah operasi yang gagal untuk menjadi lebih baik setiap hari. Tentu kita tak mau berada di posisi semacam itu bukan?
Di situlah tim Lean dapat membantu. Lean adalah filosofi bisnis yang bertujuan mengurangi limbah operasional dan meningkatkan efisiensi. Dalam prosesnya, lean dapat membantu mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas dan mempertahankan kualitas tinggi, sehingga berkontribusi terhadap profitabilitas.
Tidak seperti pendekatan informal untuk perbaikan, pendekatan lean lebih terstruktur. Dan sementara kita tak suka birokrasi yang tidak perlu, mengadopsi setidaknya sebagian dari struktur itu dapat membantu meningkatkan kemungkinan ide-ide terbaik dari lantai pabrik agar mulai terwujud, sambil membangun keterlibatan karyawan.
Berikut adalah beberapa ide tentang memulai atau meningkatkan tim lean di perusahaan kita:
Kapan waktu yang tepat untuk menerapkan prinsip lean manufacturing?
Beberapa perusahaan tertarik pada lean karena mereka telah mendengar tentang manfaatnya dan ingin meningkatkan efisiensi dan keterlibatan karyawan. Ini juga bisa menjadi cara untuk menunjukkan nilai kepada pelanggan atau respons terhadap kondisi pasar yang makin tak pasti. Mari kita ambil contoh kasus dari perusahaan bernama Pallet One, perusahaan pemrosesan kayu dan palet kayu yang berbasis di Amerika Serikat.
Pallet One memulai perjalanan lean mereka pada 2008, setelah didesak oleh para kompetitornya. Perusahaan membeli seri video lean, yang dipelajari, dan kemudian mulai menerapkan program lean-nya.
“Pada 2008 perekonomiannya buruk,” kenang Howe Wallace, CEO PalletOne, yang merupakan salah satu perusahaan palet terbesar di AS. PalletOne menyadari bahwa persaingan sangat ketat, dan bahwa mereka tak bisa menaikkan harga produk yang dibeli pelanggan. “Kami perlu memastikan adanya penghematan dan margin kami secara internal,” katanya. “(Saat itu kamu berpikir) Mengidentifikasi pemborosan dan ketidakefisienan dalam eksekusi kami sepertinya merupakan strategi yang bijaksana.”
Seperti apa bentuk tim lean?
Tim lean biasanya kecil, dengan beberapa pakar menyarankan empat hingga enam anggota tim ditambah seorang pemimpin. Lainnya mengutip pendekatan “dua kotak pizza” yang dianut Amazon ketika akan membentuk tim. Jika dua kotak pizza tidak cukup untuk memberi makan tim, maka tim tersebut terlalu besar.
Fungsi lintas tim juga ditekankan. Dengan memiliki orang-orang dalam kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan segera, ide-ide dapat diteliti lebih cepat. Misalnya, tim mungkin ingin melibatkan seseorang dari departemen pemeliharaan (maintenance) untuk mendapatkan umpan balik yang tepat waktu tentang ide yang melibatkan peralatan. Tim khusus proyek mungkin memerlukan tingkat fungsionalitas silang yang lebih tinggi.
“Ketika kami memiliki proyek khusus di pabrik, kami memiliki tim pemeliharaan, operasi, dan kepemimpinan pabrik yang terlibat,” kata Wallace. “Kami mengandalkan sifat lintas fungsi untuk memastikan solusi kami lengkap. Karena staf kami berasal dari berbagai situs pabrik dan ada juga di korporat (pusat), kami dapat menambahkan karyawan dari berbagai lokasi ketika proyek direncanakan dan diimplementasikan.”
Sangat penting untuk mengembangkan pendekatan lean yang mencerminkan budaya perusahaan kita. Cetak biru lean dari Toyota Production System (TPS) mungkin tidak pas untuk perusahaan kita. Karenanya, harus kita sesuaikan agar cocok diterapkan di perusahaan kita.
Sementara Pallet One telah memasukkan banyak praktik lean yang paling umum seperti 6S, keterlibatan karyawan dan fokus pada waste (pemborosan pada proses), Wallace menekankan bahwa pendekatan mereka telah disesuaikan untuk memenuhi keperluan mereka.
“Akan sangat berlebihan untuk mengatakan bahwa Anda bisa berjalan untuk melihat-lihat pabrik kami dan melihat kami melakukan hal-hal lean dalam mode (yang diterapkan di) Toyota,” komentarnya.
Apa yang dilakukan oleh tim lean?
Sederhananya, tim lean mencari peluang untuk menghilangkan limbah operasional untuk meningkatkan efisiensi. Sementara lean manufacturing melihat cara menghilangkan tujuh limbah, Pallet One berfokus pada tiga diantaranya: waktu terbuang, bahan terbuang, dan pekerjaan yang sia-sia.
Proses Pallet One mencakup berpegang pada fakta dan mempertahankan kepercayaan. Mereka menggunakan istilah-istilah khusus untuk menjaga tim lean tetap konsisten. “Facts on the table” mengarahkan anggota tim untuk fokus pada fakta seputar masalah daripada apapun yang bersifat pribadi.
“Kami mencoba sebisa mungkin untuk tidak menyalahkan, mengeluh, dan bersikap defensif,” kata Wallace. “Kami ‘mengapresiasi celah-celah ketidaksempurnaan’ yang berarti bahwa kami menganggap setiap rekan tim memiliki niat terbaik dan sudah melakukan upaya terbaik sampai kami menentukan sebaliknya. Menempatkan kepercayaan di pada celah (ketidaksempurnaan) mengharuskan Anda ‘berusaha untuk memahami’ sebelum Anda membuat asumsi tentang apa yang sedang terjadi.”
Lean terus dilakukan dengan konsisten
Salah satu hal yang baru-baru ini ditulis Wallace untuk blog PalletOne adalah 1% lebih baik setiap hari. Perbaikan-perbaikan kecil yang dilakukan dapat menambah poin agregat (yang mengarah kepada pemenuhan target perbaikan), sehingga sangat penting untuk mempertahankan hasrat untuk perbaikan.
“Anda harus disiplin untuk terus mencari cara untuk memperbaiki dan meningkatkan, dan upaya tersebut tidak pernah berhenti,” tutup Wallace. “Ini menginformasikan bagaimana kita membahas berbagai hal, dan bagaimana kita memandang bisnis kita.”
Jika kita ingin mengatasi pemborosan (waste) dalam operasi kita, dibutuhkan tim untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah tersebut. Pertimbangkan siapa yang menunjukkan keinginan untuk meningkatkan proses di departemen mereka. Coba teliti dengan baik, mungkin beberapa orang terbaik dapat membantu kita memulai revolusi lean di perusahaan.
Sumber :
https://pqm.co.id/4-langkah-membangun-dream-team-untuk-memulai-inisiatif-perbaikan/
Strategi yang berhasil untuk mengurangi pemborosan (waste) dalam operasional perusahaan kita dimulai dengan membangun tim dan berfokus pada hal-hal yang kita lakukan dalam proses operasional setiap harinya. Tapi bagaimana cara membangun tim lean? Seperti apa penampilan team lean, dan siapa yang harus ada di dalamnya? Apa yang harus dilakukan tim lean untuk memulai revolusi lean di perusahaan? Simak studi kasus yang dipaparkan praktisi lean Rick LeBlanc berikut ini.
Perusahaan yang sukses telah lama mengandalkan komunikasi yang jelas antara anggota tim dan pemimpin, dan kemauan untuk merangkul, mengevaluasi, dan mencoba ide-ide baru dari lantai pabrik. Namun, ketika dipraktikkan secara informal, ada beberapa keterbatasan dalam pendekatan ini. Bias kepemimpinan atau kesenjangan keterampilan dapat menghalangi, dan para pemimpin itu biasanya bahkan tidak tahu bahwa hambatan semacam itu ada.
Tidak semua ide dari karyawan didengar dan dipertimbangkan, membuat ide-ide perbaikan jatuh di pinggir jalan. Sementara itu, karyawan yang tidak memiliki keterampilan untuk mencari peluang dan pemecahan masalah secara kooperatif mungkin tidak dipersiapkan untuk berkontribusi.
Ketika ide tidak terdengar atau tidak diartikulasikan dengan jelas, mereka akhirnya berhenti mengajukan ide. Hasilnya adalah operasi yang gagal untuk menjadi lebih baik setiap hari. Tentu kita tak mau berada di posisi semacam itu bukan?
Di situlah tim Lean dapat membantu. Lean adalah filosofi bisnis yang bertujuan mengurangi limbah operasional dan meningkatkan efisiensi. Dalam prosesnya, lean dapat membantu mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas dan mempertahankan kualitas tinggi, sehingga berkontribusi terhadap profitabilitas.
Tidak seperti pendekatan informal untuk perbaikan, pendekatan lean lebih terstruktur. Dan sementara kita tak suka birokrasi yang tidak perlu, mengadopsi setidaknya sebagian dari struktur itu dapat membantu meningkatkan kemungkinan ide-ide terbaik dari lantai pabrik agar mulai terwujud, sambil membangun keterlibatan karyawan.
Berikut adalah beberapa ide tentang memulai atau meningkatkan tim lean di perusahaan kita:
Kapan waktu yang tepat untuk menerapkan prinsip lean manufacturing?
Beberapa perusahaan tertarik pada lean karena mereka telah mendengar tentang manfaatnya dan ingin meningkatkan efisiensi dan keterlibatan karyawan. Ini juga bisa menjadi cara untuk menunjukkan nilai kepada pelanggan atau respons terhadap kondisi pasar yang makin tak pasti. Mari kita ambil contoh kasus dari perusahaan bernama Pallet One, perusahaan pemrosesan kayu dan palet kayu yang berbasis di Amerika Serikat.
Pallet One memulai perjalanan lean mereka pada 2008, setelah didesak oleh para kompetitornya. Perusahaan membeli seri video lean, yang dipelajari, dan kemudian mulai menerapkan program lean-nya.
“Pada 2008 perekonomiannya buruk,” kenang Howe Wallace, CEO PalletOne, yang merupakan salah satu perusahaan palet terbesar di AS. PalletOne menyadari bahwa persaingan sangat ketat, dan bahwa mereka tak bisa menaikkan harga produk yang dibeli pelanggan. “Kami perlu memastikan adanya penghematan dan margin kami secara internal,” katanya. “(Saat itu kamu berpikir) Mengidentifikasi pemborosan dan ketidakefisienan dalam eksekusi kami sepertinya merupakan strategi yang bijaksana.”
Seperti apa bentuk tim lean?
Tim lean biasanya kecil, dengan beberapa pakar menyarankan empat hingga enam anggota tim ditambah seorang pemimpin. Lainnya mengutip pendekatan “dua kotak pizza” yang dianut Amazon ketika akan membentuk tim. Jika dua kotak pizza tidak cukup untuk memberi makan tim, maka tim tersebut terlalu besar.
Fungsi lintas tim juga ditekankan. Dengan memiliki orang-orang dalam kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan segera, ide-ide dapat diteliti lebih cepat. Misalnya, tim mungkin ingin melibatkan seseorang dari departemen pemeliharaan (maintenance) untuk mendapatkan umpan balik yang tepat waktu tentang ide yang melibatkan peralatan. Tim khusus proyek mungkin memerlukan tingkat fungsionalitas silang yang lebih tinggi.
“Ketika kami memiliki proyek khusus di pabrik, kami memiliki tim pemeliharaan, operasi, dan kepemimpinan pabrik yang terlibat,” kata Wallace. “Kami mengandalkan sifat lintas fungsi untuk memastikan solusi kami lengkap. Karena staf kami berasal dari berbagai situs pabrik dan ada juga di korporat (pusat), kami dapat menambahkan karyawan dari berbagai lokasi ketika proyek direncanakan dan diimplementasikan.”
Sangat penting untuk mengembangkan pendekatan lean yang mencerminkan budaya perusahaan kita. Cetak biru lean dari Toyota Production System (TPS) mungkin tidak pas untuk perusahaan kita. Karenanya, harus kita sesuaikan agar cocok diterapkan di perusahaan kita.
Sementara Pallet One telah memasukkan banyak praktik lean yang paling umum seperti 6S, keterlibatan karyawan dan fokus pada waste (pemborosan pada proses), Wallace menekankan bahwa pendekatan mereka telah disesuaikan untuk memenuhi keperluan mereka.
“Akan sangat berlebihan untuk mengatakan bahwa Anda bisa berjalan untuk melihat-lihat pabrik kami dan melihat kami melakukan hal-hal lean dalam mode (yang diterapkan di) Toyota,” komentarnya.
Apa yang dilakukan oleh tim lean?
Sederhananya, tim lean mencari peluang untuk menghilangkan limbah operasional untuk meningkatkan efisiensi. Sementara lean manufacturing melihat cara menghilangkan tujuh limbah, Pallet One berfokus pada tiga diantaranya: waktu terbuang, bahan terbuang, dan pekerjaan yang sia-sia.
Proses Pallet One mencakup berpegang pada fakta dan mempertahankan kepercayaan. Mereka menggunakan istilah-istilah khusus untuk menjaga tim lean tetap konsisten. “Facts on the table” mengarahkan anggota tim untuk fokus pada fakta seputar masalah daripada apapun yang bersifat pribadi.
“Kami mencoba sebisa mungkin untuk tidak menyalahkan, mengeluh, dan bersikap defensif,” kata Wallace. “Kami ‘mengapresiasi celah-celah ketidaksempurnaan’ yang berarti bahwa kami menganggap setiap rekan tim memiliki niat terbaik dan sudah melakukan upaya terbaik sampai kami menentukan sebaliknya. Menempatkan kepercayaan di pada celah (ketidaksempurnaan) mengharuskan Anda ‘berusaha untuk memahami’ sebelum Anda membuat asumsi tentang apa yang sedang terjadi.”
Lean terus dilakukan dengan konsisten
Salah satu hal yang baru-baru ini ditulis Wallace untuk blog PalletOne adalah 1% lebih baik setiap hari. Perbaikan-perbaikan kecil yang dilakukan dapat menambah poin agregat (yang mengarah kepada pemenuhan target perbaikan), sehingga sangat penting untuk mempertahankan hasrat untuk perbaikan.
“Anda harus disiplin untuk terus mencari cara untuk memperbaiki dan meningkatkan, dan upaya tersebut tidak pernah berhenti,” tutup Wallace. “Ini menginformasikan bagaimana kita membahas berbagai hal, dan bagaimana kita memandang bisnis kita.”
Jika kita ingin mengatasi pemborosan (waste) dalam operasi kita, dibutuhkan tim untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah tersebut. Pertimbangkan siapa yang menunjukkan keinginan untuk meningkatkan proses di departemen mereka. Coba teliti dengan baik, mungkin beberapa orang terbaik dapat membantu kita memulai revolusi lean di perusahaan.
Sumber :
https://pqm.co.id/4-langkah-membangun-dream-team-untuk-memulai-inisiatif-perbaikan/
Subscribe to:
Posts (Atom)
Related Posts
-
Seringkali kita mendengar istilah SOP (Standard Operating Procedure) dan WI (Work Instruction) didalam sistem manajemen mutu dan kadangkala ...
-
Delapan Langkah Tujuh Alat (DELTA) Gugus kendali mutu dimulai dari komitmen manajemen dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan peru...
-
Tujuh Alat Pengendalian Kualitas QC Seven Tools atau Tujuh alat Pengendalian Kualitas adalah Alat-alat Statistik yang dipergunakan untu...
-
Sebuah study menunjukkan bahwa Proses Bisnis terdapat 90% pemborosan dan hanya 10% yang mempunyai added value . Untuk itu diperlukan perusah...
-
Kunci utama atas keberhasilan suatu Standard Operating Procedure (SOP) dari bahasan kita sebelumnya, setelah direncanakan dan dibuat adala...